BOGOR - Sejarah Cicurug di Sukabumi, ibarat sejarah Cigombong di Bogor. Letak geografi Cigombong yang jauh dari Kota Bogor sering dipersepsikan masuk wilayah Sukabumi (jauh di mata dekat di hati); sebaliknya letak geografi Cicurug yang jauh dari Kota Sukabumi adakalanya dipersepsikan masuk wilayah Bogor (jauh di hati, dekat di mata). Itulah nasib kota-kota di perbatasan (perilaku mengikuti persepsi).
Tjitjoeroeg (Peta 1899)Persepsi semacam ini, dalam kehidupan sehari-hari ada benarnya. Seorang teman saya di Bogor, seumur-umur tidak pernah ke Bandung (ibukota Provinsi Jawa Barat), tetapi tiap hari ke Jakarta.Lantas adakah warga Cicurug yang tidak pernah ke Kota Sukabumi, tetapi tiap hari ke Bogor?Jika itu ada warga lebih baik Bogor dari pada Sukabumi.Dalam persepsi yang lebih luas, warga Bogor merasa lebih merasa Jabodetabek dari pada warga Provinsi Jawa Barat. Sekali, lagi: Itulah nasib warga di perbatasan, tentu saja tanpa terkecuali warga Cicurug.
Baca juga:
Asal Usul Suku Baduy Masih Misteri
|
Okelah, itu satu hal, mungkin tidak terlalu penting. Yang lebih penting dalam hal ini adalah bagaimana sejarah Cicurug. Tampaknya terabaikan dan lalu terlupakan. Nah, sebelum lupa, perlu dingatkatkan bahwa Cicurug memilii sejarahnya sendiri. Sejarahnya yang sangat jauh di masa lampau. Untuk menambah pengetahuan, dan membumikan Cicurug di Sukabumi, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.
Tjitjoeroeg (Peta 1840)Nama Kampong TjitjoeroekSatu yang khas tentang wilayah Cicurug adalah sebagai perbatasan geografis. Di wilayah ini air mengalir ke dua arah: ke arah utara semua anak sungai menyatu ke sungai Tjisadane (bermuara di Tangerang) dan ke arah selatan semua anak sungai menyatu ke sungai Tjimandiri (bermuara di Pelaboehan Ratoe). Dengan demikian, Cicurug menjadi penanda navigasi yang penting sejak masa lampau.
Penduduk dari pantai selatan mendaki ke Tjitjoeroeg dan kemudian menuruni ke pantai utara terutama ke pelabuhan Soenda Kalapa. Wilayah ini sangat mudah dilalui sebagai interchange antara pantai selatan dan pantai utara. Pada permulaan ekspedisi Eropo-Belanda yang dipimpin Sergeant Scipio tahun 1867 tidak ada indikasi wilayah ini hingga Moera Ratoe (kini Pelaboehan Ratoe) telah dihuni penduduk.
Tidak deketahui sejak kapan muncul nama tempat Tjitjoeroek. Namun yang jelas ketika Gubernur Jenderal Abraham van Riebeeck (1709-1713) melakukan ekspedisi ke hulu sungai Tjisadane dan pantai selatan dibangun satu rumah persinggahan (pesanggrahan) di daerah perbatasan geografis ini. Di area rumah persinggahan inilah kemudian (kelak) muncul nama kampong Tjitjoeroek.
Sebelum ekspedisi ke pantai selatan ini dilakukan, Gubernur Jenderal Abraham van Riebeeck sebelumnya telah melakukan ekspedisi ke Tjiandjoer melalui hulu sungai Tjiliwong. Dalam ekspedisi ini kemudian dibangun pos militer dan pesanggrahan di Tjiseroa dan Tjipanas (saat itu jalan mengitari pegunungan Megamendung di arah timur; Pontjak Pas belum menjadi rute perjalanan). Namun saat itu sudah mulai dirintis perlintasan militer antara Tjiseroa dan Tjipanas. Sebelum ada pos militer ini sudah terlebih dahulu eksis beberapa benteng antara lain: Kampong Baroe (Bogor), Tandjoeng Poera (Karawang), Tjiampea dan Goenoeng Goeroeh (Sukabumi).
Pesanggrahan dan pos militer di kampong Tjitjoeroek ini kembali pejabat tinggi mengunjunginya. Gubenur Jenderal Jacob Mossel pada tanggal 18 Juli 1757 menginap di pesanggrahan ini dalam rangka ekspedisi ke laut selatan. Pada saat Mossel ini di pesanggrahan ini sempat menanam pohon beringin dekat pesanggrahan.
Taman Rekreasi Cimalati
Yang pertama kali mencatat nama kampong Tjitjoeroek adalah Radermacher pada tahun 1777. Radermacher melakukan ekspedisi dari Batavia menyusuri sungai Tjiliwong hingga ke Tjiandjoer dan rute yang ditempuh telah melalui Pontjak Megamendoeng (kini Puncak Pas). Radermacher setelah dari Tjiandjoer kembalike Buitenzorg melalui kampong Soekaradja, kampong Tjilang (Tjipelang?) dan kampong Tjitjoeroek.
Radermacher mencatat melakukan persinggahan dan menginap di pesanggrahan Tjiseroa, Tjipanas dan Tjiandjoer. Radermacher menyebut pesanggrahan di Tjiandjoer dibangun ketika Abraham van Riebeeck melakukan ekspedisi ke Tjiandjoer. Radermacher di Soekaradja menginap di pesanggrahan yang dibangun ketika Gubernuer Jenderan Jeremias van Riemsdiejk (1775-1777) melakukan eskpedisi. Kampong Soekaradja ini terdapat pos militer yang didiami oleh penduduk sekitar 20 rumah. Setelah bermalam di Soekaradja Radermacher bermalam di kampong Tjilang (berpenduduk 20 rumah) dan kemudian keesokan harinya melanjutkan ke Buitenzorg. Seperti dicatat Radermacher ingin menginap di pesanggrahan Tjitjoeroek, namun karena kondisi bangunannya tidak memadai lagi, sehingga diputuskan untuk langsung ke Buitenzorg (hingga menjelang malam).
Kampong Tjitjoeroek, meski dekat dengan Buitenzorg, menurut Radermacher termasuk wilayah (bupati) Tjiandjoer. Dalam catatan Radermacher diketahui bahwa kampong Tjitjoeroek berada di district Pagadongan. District Pagadoengan ini sangat luas.
Baca juga:
Tapak Tilas Mbah Khaer dan Silat Cimande
|
Wilayah bupati Tjiandjoer dalam catatan Radermacher terdiri dari lanskap sisi timur gunung Megamendoeng, Tjiandjoer sendiri dan ke arah barat meliputi district-district Gegbron, Goenoeng Parang, Tjimahi, Pagadongan, Djampang, Tjikalong dan Tjiblagong. Dari catatan Radermacher diketahui dari Tjiandjoer ke pantai selatan selama tiga hari perjalanan yakni dalam satu hari ke Tjipajong (Pagadongan)l satu hari ke Tjitarik (Pagadongan) dan satu hari ke Tjimaja (Pagadongan) di tepi laut. Untuk pedati-pedati yang mengangkut kopi dari gudang Goenoeng Parang ke pelabuhan di muara sungai Tjimandiri dibutuhkan delapan hari.
Dalam catatan Radermacher disebutkan bahawa terdapat jurang yang dalam antara Tjemahi dan Pagadongan. Besar dugaan jurang ini berada di Cibadak yang sekarang. Sungai Tjitjatih diduga adalah batas pemisah antara district Tjimahi dan district Pagadongan.
Oleh : Anwar Resa ' Sumber Primer'